MENGENANG KAKEK

10375088_777127232308769_7031221781324773893_nKalau kau tanya darimana patriotisme ini mengalir di tubuh? Atau darimana nasionalisme ini bertumbuh? Jawabnya selalu ada jejak yang bisa ditelusur. Dialah kebanggaanku dan kami, kakek.

Beliau pejuang pergerakan dan masuk partai politik untuk memberikan penerangan pada masyarakat akan pentingnya kemerdekaan (1928-1940). Tiga kali ditangkap dan dipenjarakan oleh Polisi Kolonial Belanda. Pertama, tahun 1934 ditahan 15 hari lamanya di Kantor Polisi Sukabumi. Kedua, pada tahun yang sama diajukan ke Landrat Sukabumi dan dipenjarakan selama delapan bulan di rumah penjara Sukabumi. Ketiga, tahun 1939 dijatuhi hukuman enam bulan di rumah penjara Sukabumi. Ketiga hukuman penjara dari Belanda ini membuat tubuhnya rusak karena penuh siksa pukul dan setrum listrik.

Tahun 1943-1945 menjadi anggota aktif Barisan Pelopor (Sui Sontai). Tahun 1945-1947 menjadi anggota aktif BKR/TKR Biro Perjuangan Daerah XXXIV Karesidenan Bogor. Tahun 1947-1949 menjadi anggota perlengkapan barisan III/C Resimen Bogor, Brigade Citarum, di bawah pimpinan Muhidin Nasution.

Setelah tahun 1955, beliau aktif di PPP dan menjadi Ketua Legiun Veteran perang di Kecamatan Nagrak. Mendapat pensiun dari Penmas (Penerangan Masyarakat). Meninggal tahun 1978, ketika usiaku enam tahun. Walau waktu itu baru berusia enam tahun, aku banyak menyerap pengalaman dan cerita darinya, yang kemudian hari diteruskan ceritanya oleh nenek.

Tahun 1997 (satu tahun sebelum Soeharto dilengserkan), almarhum kakekku mendapat pin emas dari Presiden Soeharto. Cerita ini kutuliskan untuk mengenang beliau dan perjuangan kemerdekaannya. Betapa kemerdekaan itu mahal dan menyakitkan. Oleh karena itu, janganlah menyia-nyiakannya, wahai pemuda-pemudi Indonesia.

(Sumber cerita ini adalah dokumen beliau yang diketik ditandatangani oleh Kepala Desa dan Camat Nagrak tahun 1964, juga ditandatangani oleh lima saksi utama.)

Tahun 2011 perjuangan beliau menjadi inspirasi pada cerpen Sundaku ‘Neng Adang Brigade Citarum Bayangan’. Cerpen itu mendapat hadiah dari Balai Pengelolaan Taman Budaya Jabar Bandung dan dibukukan bersama dengan cerpen-cerpen lainnya pemenang Pasanggiri Nulis Carpon Sunda yang diselenggarakan oleh balai tersebut.